Jokowi-JK Perlu Rombak Sektor Komunikasi dan Informasi

"Saat ini kita butuh perpu penyiaran baru untuk mencadangkan frekuensi penyiaran supaya tidak habis dijual kepada operator telekomunikasi. Frekuensi penyiaran tersebut koso‎ng akibat migrasi teknologi penyiaran dari analog ke digital," ujar Paulus di Jakarta, Rabu (10/9).

Jakarta, Aktual.co — Presiden terpilih Joko Widodo mengatakan bahwa pengaturan sektor komunikasi dan informasi sebagai salah satu program prioritas untuk lima tahun mendatang. Beberapa poin penting untuk sektor kominfo antara lain pengelolaan dan pelayanan informasi kepada publik di bawah UU Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008, menata ulang alokasi frekuensi penyiaran untuk mencegah kartel kepemilikan, dan mendorong industri telekomunikasi dan informasi sehingga mampu menjadi tuna rumah di negeri sendiri.

Anggota Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) Paulus Widiyanto mengatakan, Indonesia telah lama mengalami kesemerawutan regulasi Penyiaran dan telekomunikasi. Regulasi dan regulator yang ada telah gagal mencapai demokratisasi komunikasi dan informasi. Dia mencontohkan, kekacauan ini antara lain jual-beli izin frekuensi, lemahnya infrastruktur telekomunikasi, dan selama lima tahun ini tidak ada UU Penyiaran dan telekomunikasi baru untuk merespon perubahan dunia komunikasi yang begitu pesat.

"Saat ini kita butuh perpu penyiaran baru untuk mencadangkan frekuensi penyiaran supaya tidak habis dijual kepada operator telekomunikasi. Frekuensi penyiaran tersebut koso‎ng akibat migrasi teknologi penyiaran dari analog ke digital," ujar Paulus di Jakarta, Rabu (10/9).

Menurutnya, penjualan‎ frekuensi ini dimungkinkan oleh Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 729 dan Nomor 730 Tahun 2014 yang notabene cacat hukum, yaitu tentang peluang usaha penyelenggaraan penyiaran multipleksing.

"Digitalisasi penyiaran sebagai suatu kebijakan yang mengatur hajat hidup orang banyak seharusnya diatur oleh peraturan setingkat undang undang, bukan peraturan menteri," ucapnya.

Lebih lanjut Paulus menegaskan perlunya pengaturan kembali kelembagaan‎ sektor komunikasi dan informasi untuk mengatasi kekacauan ini. Model kelembagaan Kemenkominfo saat ini telah terbukti tidak tepat karena Kemenkominfo melakukan fungsi pemberdayaan, regulasi, dan sekaligus eksekutif yang cenderung mengarah pada penyimpagnan kekuasaan.

"Kemenkominfo justru merupakan tugas utamanya untuk menjaga kedaulatan frekuensi publik dan membangun infrastruktur telekomunikasi. Banyak pelaku industri telekomunikasi mengeluh bahwa infrastruktur broadband Indonesia sangat tertanggal dan bahwa Kemenkominfo tampak hanya fokus pada peningkatan pendapatan sehingga menjadikan industri telekomunikasi sebagai sapi perah," tegas Paulus.

Ahmad Faisol dari MediaLink mengatakan, capaian penyediaan infrastruktur telekomunikasi masih terfokus ke Pulau Jawa. Berdasarkan data Kemenkominfo, lanjut Faisol, hingga 2010, 62,5 persen layanan kabel fiber optic terkonsentrasi di Pulau Jawa, 20,31 perrsen di Sumatera dan 6,13r persen di Kalimantan.

"Wilayah Timur Indonesia, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua belum terlayani secara baik," pungkasnya.

Andy Abdul Hamid

SUMBER

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel